Abu Deedat Syihabuddin,
Kristolog/Wakil Ketua KDK MUI Pusat
Kristolog/Wakil Ketua KDK MUI Pusat
Kendati merayakan Natal bersama telah dilarang oleh Islam,
banyak kaum Muslim yang latah merayakannya. Ini terlihat dari perayaan ini di
pusat-pusat bisnis dan perbelanjaan. Tak ketinggalan karyawan/karyawati yang
notabene Muslim harus mengenakan asesoris Natal. Mengapa ini terjadi? Bukankah
negeri ini mayoritas Muslim? Adakah yang salah? Untuk membahasnya, wartawan
Tabloid Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai Abu Deedat Syihabuddin, Kristolog
sekaligus Wakil Ketua KDK MUI Pusat. Berikut petikannya.
Mengapa budaya Natal marak, seakan negara yang
mayoritas penduduknya Muslim ini menjadi mayoritas Kristen?
Pertama, karena memang kebanyakan pengusaha-pengusaha
di Indonesia baik yang memiliki mal atau pun hotel adalah dari kelompok
Kristen. Tentu sesuai dengan misi mereka, di antaranya adalah menyemarakkan
hari raya mereka bahkan tidak menutup kemungkinan sebagai momentum untuk
menyebarkan ajarannya.
Kedua, ini erat kaitannya dengan bisnis mereka.
Coba datang ke hotel, di situ juga ada sajian-sajian terkait perayaan Natal.
Diskon barang juga tidak sedikit yang dikaitkan dengan perayaan Natal. Itu
semua juga dilakukan untuk merangsang orang untuk berbelanja.
Untuk mewujudkan dua kepentingan tersebut mereka pun
memanfaatkan karyawan mereka yang beragama Islam untuk mengenakan
atribut-atribut yang berkaitan dengan perayaan natal.
Bentuk seperti ini jelas
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi umat Islam.
Bila karyawan Muslimnya melakukan itu dengan sukarela?
Sebenarnya, bila ada orang Islam tidak menolak atau tidak
merasa keberatan bila disuruh mengenakan atribut Natal, berarti orang Islam
tersebut tidak paham dengan iman Islamnya. Sehingga perlu diberikan
penjelasan. Jangan malah dibiarkan.
Ada kalanya pula mereka mengatakan rela melakukan keharaman
tersebut karena terkait perut mereka. Karena dia bekerja di situ, merasa tidak
enak kalau menolak perintah atasan, atau bahkan sampai takut dipecat. Hal ini
terjadi di banyak tempat di berbagai kota.
Oleh karena itu kita sedang mempersiapkan bagaimana
untuk memberikan penyadaran kepada saudara-saudara kita yang bekerja di mal-mal
itu. Yang kedua, perlu pendampingan mereka, untuk mengingatkan
pengusaha-pengusaha yang melakukan itu. Ini sudah menjadi pembahasan kami
terutama dengan tokoh-tokoh Islam.
Sudah ada perusahaan yang diberi peringatan?
Sekarang belum, karena masih sedang mempersiapkan
tokoh-tokoh kita terutama yang berkaitan dengan masalah hukum, agar bisa
melakukan pendampingan. Karena ini jelas-jelas melanggar hak asasi umat Islam.
Kalau kaitannya dengan toleransi, jelas bentuknya bukan
seperti itu. Itu merupakan partisipasi. Kalau orang Kristen merayakan Natal
kemudian kita bantu acaranya itu tidak boleh.
Mengapa?
Sebab mereka sedang beribadah. Dalam Islam tidak boleh
saling bergantian dalam beribadah. Sekali lagi, jangan samakan toleransi dengan
partisipasi.
Lantas yang disebut dengan toleransi itu apa?
Dalam agama Islam toleransi sudah jelas, seperti yang
disebut dalam Alquran Surat Al-Kafirun. Intinya penegasan kalau keimanan dan
prosesi peribadatan suatu agama dangan agama lain tidak boleh dicampur
aduk. Lakum dinukumwaliyyadin.
Jadi, tidak bertoleransi apabila mengajak orang yang bukan
agamanya untuk ikut Natal bersama. Lagian, natal 25 Desember itu hanyalah
mitos.
Mitos bagaimana?
Tidak ada satu pun sejarawan yang tahu kapan persisnya Yesus
lahir. Justru semua mengerucut pada kesimpulan bahwa tanggal 25 Desember
yang selama ini dijadikan perayaan hari kelahiran Yesus ini lebih kepada
pengadopsian dari kepercayaan kafir pagan zaman purba.
Dalam berbagai litelatur Kristen sendiri seperti dalam
referensi-referensi Americana maupun Britanica, semua menjelaskan perayaan
Natal pada 25 Desember sebetulnya untuk mengambil alih dari tradisi kepercayaan
paganis.
Saat itu di abad ke-4 Masehi, kaisar paganis sebelum memeluk
Kristen, percaya pada Dewa Matahari. Dewa tersebut diyakininya lahir pada 25
Desember. Nah, setelah dia masuk Kristen, tanggal 25 Desember ia adopsi sebagai
hari kelahiran Yesus karena sama-sama sebagai penerang dunia. Jadi perayaan
Natal itu dimulai pada abad ke-4, sebelumnya tidak pernah dikenal adanya Natal.
Umat Kristen mau turut merayakannya?
Tidak semua, banyak aliran-aliran Kristen sendiri termasuk
Advent, Saksi Yehova dan Mormon tidak mau merayakannya karena ini jelas-jelas
merupakan kebudayaan kafir pagan yang meyakini bahwa tanggal tersebut merupakan
hari kelahiran Dewa Matahari.
Kalau memakai istilah Islam, mereka menganggap perayaan
Natal 25 Desember sebagai bid’ah, karena tidak ada landasan dalilnya. Tapi
yang jadi persoalan kita, kok malah, orang Islam disuruh turut mengucapkan
selamat bahkan merayakan Natal.
Bagaimana dengan pohon cemara, salju dan bintang apakah itu
menggambarkan suasana saat Yesus lahir?
Oh itu salah sekali. Kalau kita baca dalam Bible, yang
membicarakan kelahiran Yesus itu hanya ada di dua Injil. Yakni Lukas dan
Matius. Lukas menyebutkan Yesus lahir pada abad 7 Masehi di masa Raja Agustus.
Sedangkan Matius menyebutkan Yesus lahir di zaman Raja Herodes berkuasa.
Padahal Herodes itu, empat tahun sebelum Masehi sudah mati. Jadi kalau tahun
pertama Masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus itu salah besar.
Di Injil Matius itu, disebutkan bahwa pada malam kelahiran
Yesus banyak penggembala domba yang menggembalakan kambingnya beratapkan
gemerlap bintang di langit, itu menunjukkan musim panas. Jadi tidak mungkin
malam 25 Desember itu ada penggembala-penggembala domba karena cuacanya
sangat dingin sekali.
Ada pun yang disimbolkan dengan pohon Natal yang di atasnya
ada bintang-bintang dan di bawahnya salju, juga salah besar. Kan tidak mungkin
bintang dan salju bisa terlihat bersamaan. Karena salju munculnya bukan pada
musim panas tetapi musim dingin.
Ini semakin menegaskan bahwa itu memang bukan tradisi awal
Kristen tetapi memang tradisi kafir pagan. Karena kaum pagan mengaitkan pohon
cemara tersebut dengan penyembahan pada Dewa Matahari. Itu merupakan simbol
bergantinya matahari tua yang ditandai dengan musim dingin akan diganti dengan
matahari baru yang ditandai dengan musim panas.
Kesimpulannya?
Tanggal, pohon, salju dan bintang itu semua tidak ada
hubungannya dengan kelahiran Yesus. Itu murni hanya pengadopsian terhadap kepercayaan
kafir pagan yang meyakini Dewa Mataharinya lahir pada 25 Desember.
Meski tidak diketahui tanggalnya, tetapi semua sejarawan
sepakat Yesus lahir di Nazaret (Yerusalem). Di sana tidak pernah ada musim
salju.
Orang-orang Kristen menyadari tidak bahwa yang diyakininya
selama ini adalah mitos atau tahayul?
Tokoh-tokoh agama Kristen tahu bahwa sebenarnya itu semua
mitos, tahu bahwa itu semua tidak ada landasannya dalam kitab suci mereka,
mereka pun tahu bahwa perayaan mitos itu mulai dilakukan pada abad ke-4 Masehi.
Sehingga seperti yang saya singgung tadi munculah aliran-aliran yang menolak
natal 25 Desember seperti Advent itu.
Meski ini mitos, apakah sekedar budaya saja atau erat
kaitannya dengan keimanan?
Erat kaitannya dengan keimanan, karena mereka sendiri
menganggapnya ini bagian dari ibadah walaupun itu tidak ada dasarnya
dalam kitab suci mereka. Sedangkan bagi aliran Kristen lainnya ini merupakan
bid’ah yang tidak boleh dilakukan karena tidak ada dasarnya dalam Bible.
Bila dikaitkan dengan keimanan Islam?
Jelas, meyakininya tergolong musyrik. Mengucapkan selamat
Natal bahkan turut merayakan hukumnya haram. Namun, kita tidak menafikan di
antara umat Islam juga ada yang melakukan bid’ah, meniru-niru kebiasaan
yang tidak ada sandaran dalilnya di dalam Islam.
Allah SWT pun mengingatkan dalam Alquran Surat Al Baqarah
Ayat 42, yang artinya, Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan
yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.(mediaumat.com)
Posting Komentar