Oleh : Iwan Januar
Anak saya yang pertama begitu antusias membicarakan film Rise of The Guardians yang sedang ramai iklannya di televisi. Di majalah anak-anak yang kami beli secara langganan, film itu kembali diulas hingga dua nomor berturut-turut. Soal jalan cerita dan tokoh-tokohnya. Beberapa restoran cepat saji ala Amerika juga menjadikan action figure sejumlah tokoh utamanya sebagai merchandise bagi anak-anak.
Saya sendiri sudah pernah membaca review film ini juga menonton trailernya di Youtube. Teknologi animasi dan sosok tokoh utama di film ini memang ditampilkan demikian menarik bagi anak-anak. Maka Dreamworks yang memproduksinya menyasar keluarga sebagai penonton di akhir tahun. Target mereka tidak keliru. Film ini sudah masuk jajaran 5 besar box office di US.
Tetapi banyak film yang bukan sekedar film. Setiap film punya konten yang berbeda, dan sebagiannya ada yang memuat filsafat atau ajaran tertentu. Seperti film RTG ini jelas bukan film hiburan biasa. Muatan ajaran Nasrani dan Paganisme bertebaran di sana-sini. Tokoh-tokohnya saja berasal dari kedua agama itu. Santa Klaus, Easter Bunny (si kelinci Paskah), Tooth Fairy (peri gigi) dan Jack Frost si pengatur cuaca salju dan dingin. Jelas betul kalau film ini mengandung muatan ajaran yang bertentangan dengan Islam.
Namun kemasan dan promosi yang demikian canggih sering memukau masyarakat, termasuk keluarga muslim. Ajaran ahli kitab dan paganisme yang demikian kental itu menjadi tidak berasa, sehingga banyak keluarga muslim yang santai saja menanggapi film-film seperti ini. Sama seperti banyak keluarga muslim yang membiarkan anak-anak mereka menonton Little Krisna atau Bima Sakti, padahal keduanya adalah sosok dewa dalam ajaran Hindu. Bahkan banyak orang tua muslim yang membelikan pakaian atau merchandise dari tokoh di film-film itu untuk mereka pakai.
Hal ini bisa terjadi karena dua hal; ketidakpekaan orang tua terhadap akidah keluarga mereka dan gencarnya kemasan serta promosi film ini yang canggih. Membungkus kesesatan dengan dunia fantasi anak-anak yang indah.
Anak-anak adalah sosok yang polos. Mereka belum paham arti benar dan salah, halal dan haram, tugas kitalah sebagai orang tua untuk menanamkan kebenaran Islam ini pada diri mereka. Kita juga bertanggung jawab menjaga mereka dari pemahaman sesat yang berada di tengah-tengah mereka. Sikap tidak selektif terhadap hiburan anak hanya akan menuai bencana bagi mereka di masa depan. Anak-anak akan tumbuh sebagai generasi yang tidak peduli pada agama mereka dan menjadi sosok pluralis.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يَكُونَ أَبَوَاهُ اللَّذَانِ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تُنْتِجُونَ أَنْعَامَكُمْ هَلْ تَكُونُ فِيهَا جَدْعَاءُ حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا
“Tidaklah setiap manusia lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani.”(HR. Imam Bukhari)
Bila ayah dan bunda ingin menjadi orang tua yang bertanggung jawab, mulailah dengan bersikap selektif memilih film hiburan bagi anak-anak kita. Terutama di akhir tahun, banyak bertebaran film-film bertema natal dan tahun baru. Bukan saja di bioskop tapi juga di televisi. Tugas kita adalah melindungi akidah mereka dari tayangan-tayangan yang merusak akidah.
Amerika Serikat sendiri adalah negara yang sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap agama termasuk agama Kristen. Diperkirakan hanya 40 % warga AS yang rutin beribadah ke gereja setiap minggu (lihat: http://thegospelcoalition.org/blogs/justintaylor/2007/03/01/how-many-americans-attend-church-each/ juga http://en.wikipedia.org/wiki/Church_attendance).
Maka film-film dengan muatan natal sengaja dibuat agar anak-anak di AS tetap mencintai agama mereka. Untuk itu para produser film Hollywood membuat film natal dengan aneka fantasi yang sebenarnya sudah jauh dari ajaran agama mereka. Di film RTG ini misalnya digambarkan Santa Claus sebagai sosok lelaki yang kasar dan bertato pula. Selain itu bila dibuat terlalu kental juga akan membuat film ini tidak laku di pasaran.
Posting Komentar