Anak kecil ini sedang asyik menggambar ketika saya datang ke rumahnya di bilangan Pondok Gede, Bekasi, Jum’at (20/1). Pulpen gliter, buku gambar, dan spidol berserakan di atas meja.
Sesekali ia berhenti lalu melanjutkan lagi. Mewarnai dengan palet merah, hijau, dan kuning. Begitu seterusnya hingga jadilah bentuk yang ia inginkan : sosok putri duyung memakai baju pesta.
Namanya Rafi Abdurrahman Ridwan. Biasa disapa Rafi. Di usianya yang baru 9 tahun, ia sudah menelurkan prestasi mengagumkan sebagai perancang busana termuda di Indonesia.
Rafi istimewa bukan hanya bakatnya yang luarbiasa, juga karena ia terlahir sebagai tunarungu. Hingga usia 8 bulan, penglihatan Rafi juga terganggu. Saat hamil, sang bunda, Shinta Ayu Handayani, 31 tahun, terserang virus Rubella. Virus ini menyerang janin dan bisa mengganggu fungsi jantung, penglihatan, dan pendengaran.
Shinta sedih tapi ia pun sudah siap dengan segala resiko. Naluri keibuan membuatnya yakin bahwa Rafi, bagaimanapun keadaannya, akan menjadi cahaya keberkahan bagi ia dan M. Ridwan, suaminya.
” Rafi anugerah Tuhan buat saya. Dia pejuang kecil. Begitu dia lahir, yang saya rasa hanya bahagia. Tidak peduli apapun kondisinya, kami tetap menerima dia apa adanya ” kata Shinta menahan haru.
Insting seorang ibu memang tidak pernah salah. Di tengah segala keterbatasannya, Rafi justru mampu mengukir pretasi. Semua berawal dari satu pertanyaan.
” Mama, suara itu seperti apa?Aku kok tidak bisa mendengar seperti anak-anak lain?Aku mau tahu suara itu seperti apa? ” tanya Rafi dengan bahasa isyarat.
Sontak, hati Shinta meleleh. Perasaannya hancur. Dia menangis dan tidak tahu harus menjawab apa. Lalu, dengan hati tegar ia coba menjelaskan sesuatu pada Rafi yang sejak usia 2 tahun sudah hobi menggambar.
” Suara itu seperti warna, Nak. Ada merah, biru, hijau, kuning. Ya, seperti warna, ” jawab Shinta.
Jawaban sang bunda ternyata mengena di hati Rafi. Dia makin sering menggores pena dan mendengar suara lewat warna. Sering juga ia membaca, main internet, dan asyik dengan dunianya sendiri.
Ikan, dunia bawah laut, dan putri duyung adalah objek favorit Rafi. Bermula dari hobinya menonton film kartun ‘Little Mermaid’, Rafi penasaran, ” Kenapa baju putri duyung terbuka seperti itu?Kok cuma pakai bra? “. Dan, lagi-lagi sang bunda dibuat bingung.
” Kenapa ya?Mungkin karena putri duyung nggak punya banyak baju. Coba Rafi bikinin baju deh buat putri duyung, ” kata Shinta.
Dari situ, mulailah Rafi ’serius’ mendesain baju-baju untuk putri duyung. Ada baju sekolah, baju pergi ke mal, sampai baju pesta. Rafi tidak asal gambar, ia bahkan memerhatikan secara detail bahan dan aksesoris terkecil.
Imajinasi Rafi kemudian berkembang pada tubuh manusia, terutama wanita.Dimatanya, wanita itu indah dan harus berdandan cantik. Baju-baju yang ia gambar salah satunya terinspirasi dari pergelaran busana di pekan mode internasional seperti Milan Fashion Week, London Fashion Week, dan sebagainya.
Selain ‘Little Mermaid’, Rafi ternyata juga suka browsing pergelaran busana di internet. Dia jadi tahu siapa itu Coco Chanel, Alexander McQueen, Gucci, Barli Asmara, Stephanus Hamy, Sebastian Gunawan, dan sederet perancang terkenal lainnya. Yang mengejutkan, Rafi juga nge-fans berat sama model cantik Tyara Banks. Dia ingin sekali mendandani Tyara dengan baju rancangannya.
” Dia kepingin banget ketemu sama idola dan lihat langsung pergelaran busananya, ” kata wanita berjilbab ini.
Saat ajang Jakarta Fashion and Food Festival bulan Mei 2011, Shinta mengajak Rafi nonton pergelaran busana desainer-desainer ternama. Meski tidak hafal nama desainer, Shinta pede saja. Dia yakin Rafi akan senang bertemu mereka.
“ Saat itu Rafi minta foto sama Barli Asmara. Saya bilang sama Barli, Rafi suka gambar tapi nggak tahu kalau gambar itu ternyata bisa dibuat baju. Saya mau Rafi tahu bahwa baju yang dia pakai pun tadinya hanya berupa gambar. Saya ingin menumbuhkan kepercayaan Rafi, “ ujarnya.
Shinta juga menunjukkan hasil karya Rafi dan meminta ijin pada Barli untuk berkunjung ke butiknya. Dengan tangan terbuka, Barli menyambut hangat. Sejak itu, Rafi berteman dengan Barli.
Suatu hari menjelang ulangtahunnya, Rafi membuat surat kecil berisi tiga daftar permintaan pada Tuhan. Pertama, ia ingin bisa mendengar. Kedua, membuat pergelaran busana, dan terakhir ingin pergi ke Milan, Paris, London, dan New York membuat pergelaran busana disana.
Surat itu dibaca Barli dan membuatnya terenyuh. Barli ingin mewujudkan impian Rafi yang kedua, membuat pergelaran busana. Barli akhirnya mengajak Rafi berkolaborasi. Rafi yang menggambar dan membuat sketsa, Barli yang menerjemahkan ide Rafi menjadi bentuk pakaian jadi.
Sebanyak tujuh sketsa Rafi diwujudkan Barli menjadi sebuah busana bertema Eastern Everland Show. Desainer sekelas Era Soekamto, Agnes Budhisurya, Tex Saverio, Dian Pelangi, dan Nuniek Mawardi turut menyaksikan pergelaran yang dilangsungkan tepat pada hari ulangtahun Rafi ke-sembilan, 20 Juli 2011. Rafi pun menangis. Dia terharu, tak menyangka satu mimpinya terwujud. Apalagi, responnya juga sangat bagus.
Dari situ nama Rafi mulai dikenal.Lia Chandrasari selaku pendiri LC Foundation adalah salah satu yang terpikat. Lia yang juga pengusaha ini terpesona oleh bakat, impian, dan keyakinan Rafi, yang dalam kesunyiannya mampu membuat hidupnya berwarna.
LC Foundation kemudian berusaha membantu mewujudkan impian Rafi selanjutnya,ingin bisa mendengar. Pada September 2011, Rafi menjalani operasi telinga kanan. Mekanisme operasinya adalah dengan menanam implan di telinga. Perlahan, ia sudah bisa mendengar suara ber-frekuensi tinggi.
Rafi sendiri sering kaget dengan perubahan dirinya. Dia sempat berteriak dan menangis ketika mampu mendengar suara sapi dan anjing. Atau, ketika ia dengar suara kicauan burung, ia pun berteriak kegirangan. Suara yang tadinya tidak pernah ada, kini bisa ia rasakan.
“ Ibu Lia seperti ibu perinya Rafi. Sekarang Rafi masih menyesuaikan dengan kondisi baru. Kadang dia lelah dengan suara-suara di sekitarnya. Bicaranya juga masih beum jelas, jadi masih pakai bahasa isyarat, “ kata Shinta.
Tak itu saja, LC Foundation pun membuatkan show tunggal Rafi di Jakarta Fashion Week 2012. Kali ini menggandeng dua desainer Purana Batik, Nonita Respati dan Ariani Pradjasaputra. Mengambil tema ‘Echoes of Heritage’, Rafi menampilkan 24 koleksi penuh warna dalam siluet gaun batik modern.
Di akhir pergelaran, Rafi muncul dari balik tirai. Spontan, penonton yang hadir, termasuk saya, berdiri bertepuk tangan. Beberapa diantaranya memberi bunga. Rafi lalu berjalan sampai ujung sambil tersenyum. Di sisi sebelah kanannya, duduk ratusan teman-teman sesama penyandang tunarungu.
Rafi seolah berkata, “ Pergelaran ini khusus dipersembahkan untuk kalian, “. Dia kemudian melambaikan tangan pada mereka. Begitu juga sebaliknya. Melihat momen itu, hampir semua penonton menitikkan air mata. Saya pun sama. Bukan karena kasihan, tapi luapan rasa bangga yang membuncah.
Rafi memang punya keterbatasan fisik, tapi ia punya mimpi yang tak terbatas. Dia hadir bukan untuk dikasihani, tapi menjadi sumber inspirasi. Jalan Rafi masih panjang. Satu mimpi besarnya yang belum terwujud : menginjakkan kaki di Milan, Paris, London, dan New York untuk sebuah pergelaran busana.
Khusus mimpi yang satu ini, Rafi punya surat lagi pada Tuhan, kira-kira begini isinya :
“ Tuhan Yang Maha Baik, kalau orang-orang itu bisa pergi ke Milan, Paris, London, dan New York, kenapa aku tidak bisa? Aku tidak tahu suara itu apa. Tapi, kata mama suara itu seperti warna. Tuhan, Engkau pasti bisa mendengar suara, bahkan sampai ke hatiku. Kabulkan doa-ku ya, “
Semoga.
kompasiana.com
kompasiana.com
Posting Komentar